OPTIMALISASI EKSTRAKSI MINYAK MAWAR DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK (KAJIAN LEMAK DINGIN, LAMAK PANAS DAN PELARUT).
isaac pereira
2007340021
universitas tribhuwana tunggadewi
malang
teknologi industri pertanian
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils atau
volatile oils serta minyak
aromaterapi karena merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap
sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak berbau wangi khas yang
dihasilkan dari tanaman atau hewan, terdiri dari atas campuran berbagai senyawa
kimia yang termasuk golongan hidro karbon. Terdapat 100 jenis tanaman penghasil
minyak atsiri, 40 diantarnya terdapat di Indonesia (Manurung, 2010).
Beberapa tanaman hasil minyak atsiri yaitu mawar, nilam, kenanga, melati,
cengkeh, yiang-yiang, sereh wangi, akar wangi, pala, kayu manis dan lain-lain. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum
atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari
berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri bersifat
mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan
aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik.
Mawar adalah
tanaman bunga yang umumnya digunakan dalam industri mawar potong, kosmetik, parfum,
obat dan aromaterapi serta sebagai bahan
makanan, miuman ataupun zat aditif bagi makanan olahan. Karena kandungan
vitamin C yang tidak kalah dengan kandungan vitamin C pada buah jeruk, kelopak
atau helai bunga mawar (petal) bisa diolah menjadi sirup, selai ataupun unsur
vitamin tambahan yang ditambahkan pada makanan olahan. Namun dibalik
aroma khas dan keindahannya, mawar juga mengandung komponen polivenol dan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan (Ditjen POM, 1999).
Menurut Hembing
dkk. ( 1993), mahkota bunga mawar dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti
batuk darah, TBC, disentri, campak, nyeri haid dan lain-lain. Mawar banyak
dipakai dalam bentuk bunga
tangkai untuk upacara atau hadiah
pada hari-hari penting, dan menurut kegunaannya
dapat dikelompokkan menjadi bunga
potong, mawar taman, tanaman hias pot, dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002).
Minyak mawar adalah
salah satu jenis minyak atsiri yang merupakan produk metabolik sekunder dari
sekuntum bunga mawar. Sebenarnya seluruh bagian organ mawar mengandung minyak,
namun jaringan yang paling banyak menghasilkan minyak atsiri adalah daun dan
bunga dengan konsentrasi terbesar pada mahkota bunga. Untuk memproduksi minyak
mawar berkualitas tinggi dibutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Untuk
menghasilkan satu gram minyak atsiri mawar murni diperlukan sekitar 2000 kuntum
bunga mawar, sehingga harga minyak atsiri murni sangat mahal. Untuk satu gram
minyak mawar murni harganya mencapai ratusan dollar Amerika.
Pemilahan metode
ekstrasi yang tepat sudah tentu tergantung pada tekstur dan kandungan air
tanaman yang dapat melalui ekstraksi. Ekstraksi minyak atsiri dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu dengan penyulingan, ekstraksi dengan pelarut, ekstraksi
dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas.
Hal ini perlu
diteliti pada ekstraksi minyak dengan bahan yang tepat akan memberikan kualitas
minyak atsiri yang optimal serta penambahan berbagai jenis pelarut supaya
menghasilkan minyak atsiri yang baik (optimal). Pada penelitian ini ekstraksi
minyak mawar dengan berbagai jenis pengekstak kajian lemak dingin, lemak panas dengan
penambahan berbagai jenis bahan pelarut untuk pengekstrak minyak mawar agar
menghasilkan minyak rendemen yang optimal.
1.2. Rumusan Masalah
- Apakah optimalisasi ekstraksi minyak mawar akan menghasilkan minyak rendemen lebih banyak ?
- Jenis pelarut apa yang paling baik untuk memperoleh ekstraksi minyak mawar ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari
penelitian ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui jenis pengekstrak terbaik dalam ekstraksi minyak bunga mawar.
2.
Untuk
mengetahui pengaruh lemak dingin dan lemak panas sebagai media adsorbent untuk
ekstraksi minyak mawar.
1.4. Manfaat Penelitian
- Bunga mawar sebagai penghasil minyak atsiri dengan menggunakan metode enfleurasi dan maserasi.
- Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan peningkatan budidaya bunga mawar sebagai sumber bahan baku untuk menghasilkan minyak mawar.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan dan pemberdayaan kekayaan hayati.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bunga Mawar (Rosa Damascene Mill)
Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah
dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim
dingin dan panas (Diamond, 1990). Terdapat ribuan varietas dari mawar,
masing-masing memiliki aroma yang berbeda-beda, jumlah petal yang berbeda,
begitu juga warna dan nama yang berbeda (Rukmana, 1995). Dalam sistematika
tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Sub-Divisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Ordo :
Rosanales
Famili :
Rosaceae
Genus :
Rosa
Species :
Rosa damascena Mill. (Bappenas 2000)
Mawar termasuk
tanaman tahunan (perennial) yang mempunyai struktur batang berkayu
keras, berduri, bercabang banyak, menghasilkan bunga dan biji terus-menerus
(Rukmana, 1995). Selama siklus hidupnya, tanaman mawar terus tumbuh seolah-olah
tidak terbatas dan masa produksinya berulang-ulang. Mawar merupakan salah satu
tanaman hias bunga yang paling terkenal di dunia (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar
berdasarkan cara tumbuhnya dibedakan menjadi dua, yaitu merambat dan semak.
Tipe pertumbuhan semak dibagi dalam tiga kelompok yaitu polyantha, floribunda
dan hybrid tea (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar mini termasuk dalam kelompok
polyantha. Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa Polyantha merupakan
jenis mawar taman yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil dengan garis
tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat banyak ranting yang
masing-masing memiliki sekuntum bunga.
Mattjik (2009)
menambahkan bahwa Polyantha merupakan tanaman semak pendek (50-60 cm), memiliki
ciri menghasilkan bunga terus-menerus, bunganya bergerombol dengan ukuran
kecil, diameter bunga ± 5 cm, daun bunga kelipatan 5 dan warna bunga biasanya
merah, kuning, putih, merah jambu, salmon dan orange. Permintaan tanaman hias
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan tanaman hias
di dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan
tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan (Ashari,
1995).
Widyawan dan
Prahastuti (1994) menyatakan bahwa mawar termasuk bunga yang paling disenangi
di seluruh dunia dan sering dipakai sebagai lambing keindahan, ketenangan,
kedamaian, dan pemujaan juga dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong dan
tanaman hias, serta sebagai bunga tabur dan bahan industri kosmetika atau
pewangi makanan. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa mawar biasanya
dimanfaatkan sebagai bunga potong, tanaman hias dalam pot atau tanaman
bedengan. Tanaman mawar dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi
di daerah tropis (Mattjik, N. A., 2009).
Tanaman mawar yang
dibudidayakan di daerah yang beriklim sejuk (dataran tinggi) warna bunganya
lebih cerah dengan ukuran bunga yang lebih besar (Ashari, 1995). Mawar dapat
ditanam di lapang maupun di rumah kaca. Cahaya, suhu dan karbon dioksida
merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mawar yang ditanam di rumah
kaca. Karena cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mawar yang tumbuh di dalam rumah kaca
(Dole dan Wilkins, 2005).
2.2.
Minyak Mawar
Minyak mawar
memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma wangi
pada parfum dan kosmetika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005, Dewi, dkk.,
2006). Prospek ekspor minyak mawar di masa datang masih cukup besar sejalan
dengan semakin tingginya permintaan terhadap parfum dan kosmetika, trend
mode, dan belum berkembangnya materi subsitusi minyak mawar di dalam
industri parfum maupun kosmetika, di samping sebagai bahan pembuatan aroma
terapi. Minyak mawar diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang
tumbuhan mawar. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat,
sehingga sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir, 1990)
Minyak mawar adalah
minyak atsiri bunga mawar yang didapat dari ekstraksi bunga mawar, terutama
dari spesies Rosa damascena. Minyak mawar mengandung geraniol dan citronellol dengan konsentrasi
keduanya mencapai 75% dari minyak. Selain itu, juga terdapat linalool, citral dan phenyl ethyl alcohol,
nerol, farnesol, eugenol, serta nonylic
aldehyde dalam jumlah sedikit (BugBad, 2007).
Minyak mawar terdiri dari geraniol beraroma wangi yang
mempunyai rumus kimia C10H18O dengan rumus bangun CH3.C[CH3]:CH.CH2.CH2.C[CH3]:CH.CH2OH
dan l-sitronelol;
serta rose camphor (parafin tanpa bau) ( Robinson, T. 1995).
2.3. Komposisi Minyak Atsiri Mawar
Minyak mawar
esensial umumnya warna kuning muda, mildy berminyak dan sangat pedas. Komponen
utama minyak mawar yang penting adalah sitronelol. Sitronelol membentuk 30-35%
(dengan volume) minyak atsiri bunga mawar. Dua senyawa lain yang berlimpah
dalam minyak mawar geraniol (15-25%) dan Nonadecane (10-25%). Banyak molekul
tambahan yang hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah termasuk alkohol
phenylethyl, heptadecane, geranyl asetat, eugenol, alpha-pinene dan nerol.
Banyak dari bau yang menyenangkan bunga mawar berasal dari sekelompok molekul
yang disebut Damascenones, yang sering membuat kurang minyak mawar berkadar ential
oil (Babu, 2002 dan Loghmani-Khouzani, 2007).
2.4. Mentega
Putih (Shortening)
Menurut SNI (1995),
mentega adalah produk berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim
susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan
makanan yang diizinkan. Mentega adalah produk olahan susu yang bersifat
plastis, diperoleh melalui proses pengocokan sejumlah krim. Mentega yang baik
mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Wahyuni
& Made, 1998).
Mentega putih (Shortening/Compound
fat) adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan
tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada umumnya sebagian besar
mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak
kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain (Winarno, 1991). Mentega
putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Wahyuni & Made, 1998). Mentega
putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada pembuatan kue dan roti
yang dipanggang. Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam kue
dan roti mempunyai fungsi antara lain memperbesar volume bahan pangan, menyerap
udara, stabiliser, emulsifier, membentuk cream, memperbaiki keeping
quality dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak dan
mengempukan tekstur kue karena mentega putih mengandung shortening dan
makanan menjadi empuk (Moehyi, 1992).
2.5. Ekstraksi Dengan
Pelarut
Ekstraksi adalah
pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan (Depkes RI, 2000).
Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi
kontak antar bunga mawar dan pelarut sehingga pada mawar terjadi pengendapan
massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan pelarut
maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak
larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam mawar yang
diekstraksi . Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi
larutan dengan larutan diluar bunga mawar (Bernasconi et al , 1995).
Ekstraksi dengan
menggunakan pelarut adalah cara yang paling efisien dalam menghasilkan minyak
mawar yang berkualitas. Pelarut yang ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat:
tidak toksin, tidak bersifat eksplosif, mempunyai interval titik didih yang
sempit, daya melarutkan, mudah dan murah (Guenther 1990). Zat menunjukan
kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan dan proses pemindahan
suatu solut secara selektif dari suatu bahan atau campuran dengan suatu pelarut
(solvent) dikenal sebagai ekstraksi (Sugar et al., 1990).
Ekstraksi dengan
pelarut adalah pemisahan minyak mawar dari bunga mawar berdasarkan pada
perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian mawar terhadap pelarut yang
digunakan (McCabe et al , 1999). Hasil ekstraksi
mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa
digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol
dan heksan (Anonymousa, 2006).
Berdasarkan wujud
bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu:
1.
Ekstraksi
padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya
dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2.
Ekstraksi
cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur,
dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat (McCabe et al,
1999).
Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi
tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu
kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam
bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal
mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap,
bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang
baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran
dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen yang
lebih tinggi daripada
ekstraksi tunggal (Voigh, 1994).
2.6. Cara Ekstraksi
Cara ekstraksi
merupakan sistem pembuatan minyak atsiri yang bahan bakunya memiliki rendemen
kecil, rusak pada suhu tinggi, dan rata-rata larut dalam air. Cara ekstraksi
biasanya digunakan untuk bahan baku minyak atsiri berupa bunga. Beberapa
komoditas minyak atsiri yang menggunakan sistem ekstraksi di antaranya mawar,
melati, dan sedap malam (Harbone, 1996).
Cara ekstraksi
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ekstraksi dengan pelarut menguap,
ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi
minyak atsiri secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap
(solvent extraction). Maka ekstraksi minyak atsiri mawar yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan menggunakan ekstraksi lemak dingin dan ekstraksi lemak
panas (Anonim, 2000).
Pemilihan metode
ekstraksi yang tepat sudah tentu terganung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Pada umumnya
bahan yang akan diekstraksi akan mendapatkan minyak atsiri ini pun tergantung
dari sifat senyawa suatu bahan yang akan diekstraksi (Harbome dan Robinson
1995).
Prinsip metode
ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan minyak atsiri di dalam bahan
pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang dapat digunakan di antaranya
alkohol, heksana dan benzena. (Anonymous, 2006). Ekstraksi minyak dengan lemak
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara enfleurasi dan maserasi. Pada
ekstraksi enfleurasi, absorbsi minyak dilakukan oleh lemak pada suhu rendah,
sedangkan pada maserasi, absorbsi minyak dengan lemak dengan keadaan hangat
(Panji, 2005).
2.6.1. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi)
Proses enfleurasi
adalah proses ekstraksi memakai pelarut tidak menguap yang dingin yaitu berupa
lemak padat, cara ini telah dilakukan beberapa puluhan tahun yang lalu yaitu
sebelum dikenal proses ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap. Enfleurasi dilakukan
dengan merendam bunga dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu,
sehingga interaksi antara senyawa yang ingin di ekstrak dan pelarutnya dapat
berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman 1998).
Proses enfleurasi
cocok untuk jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh air dan suhu panas, terutama
untuk minyak bunga. Enfleurasi masih ada yang digunakan sampai sekarang
meskipun sudah ditemukan proses ekstraksi memakai pelarut menguap, misalnya
pada minyak bunga mawa, melati dan bunga tuberose (Sedap malam) masih
diproduksi memakai enfleurasi, karena mutunya lebih bagus bila dibandingkan
ekstraksi dengan pelarut menguap, dan harganya lebih tinggi (Soekardjo. 1995).
Enfleurage
merupakan cara yang sangat baik untuk mendapatkan minyak atsiri dari tumbuhan
terutama dari bunga. Lemak mempunyai daya absorpsi atau berinteraksi dengan
minyak atsiri, jika dicampurkan dengan bahan yang mengandung minyak atsiri.
Menurut Purchon (2002) cara enfleurage
dilakukan dengan meletakkan bahan yang mengandung minyak atsiri pada lemak
padat dan menutupnya dengan rapat, maka minyak atsiri yang keluar akan diabsorpsi
oleh lemak. Kemudian minyak atsiri dipisahkan dari lemak dengan cara ekstraksi
dengan alkohol, kemudian alkohol dipisahkan dari minyak atsiri tersebut (Soeparman dkk,
2009).
2.6.2. Ekstraksi dengan lemak panas (Maserasi)
Maserasi berasal
dari bahasa latin macerare yang artinya merendam, Metode ini dapat
menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa – senyawa tertentu
karena pemanasan (Pratiwi, 2009). Maserasi dilakukan dengan cara merendam bunga
mawar dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel mawar dan
masuk ke rongga sel mawar yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan
diluar sel bunga mawar, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar dan di dalam sel bunga mawar dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan pada temperatur ruangan (kamar) (Anonim, 2000).
Ekstraksi dengan
menggunakan lemak panas, proses ekstraksi berjalan dengan cepat. Maserasi
adalah suatu cara ekstraksi dengan perendaman mawar di dalam lemak panas selama
waktu tertetnu. Cara maserasi dapat digunakan untuk bahan yang lunak dan untuk
bahan yang keras (telah dirajang). Selama perendaman minyak atsiri yang keluar
dari mawar akan berinteraksi dengan lemak, minyak atsiri kemudian dipisahkan.
Untuk memisahkan minyak atsiri dari lemak, diekstraksi dengan alkohol (sama
seperti enfleurage) (Cristina, 2008). Sistem pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang
maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan.
Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah, mudah diperoleh,
stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak
mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki
dan tidak mempengaruhi zat aktif (Ahmad, 2006).
2.7. Optimalisasi Kondisi Ekstraksi
Secara umum,
optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan kondisi gugus yang diperlukan
dalam mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu. Optimalisasi merupakan
pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu
permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum fungsi tujuan.
Dalam hal ini pendekatan sistem memungkinkan untuk memberikan penanganan
masalah dengan suatu metode yang logis sehingga dapat mengidentifikasi,
menganalisis, dan mendesain sistem secara keseluruhan dari subsistem atau komponen
yang saling berinteraksi (Anonymous, 1991).
Optimalisasi
bertujuan menemukan nilai peubah dalam proses yang menghasilkan nilai terbaik
pada syarat–syarat kondisi yang digunakan. Penyelesaian optimalisasi terfokus
pada pemilihan peubah terbaik di antara keseluruhan dan proses metode
kuantitatif yang efisien termasuk komputer, serta perangkat lunak program
komputasi yang termasuk dalam pemilihan yang tepat dan hemat biaya. Selain itu,
untuk menjalankan komputer membutuhkan analisis yang kritis, pemahaman pada
kesesuaian suatu objek, dan pengalaman sebelumnya yang kadang disebut “engineering
judgement” sebelum menghasilkan informasi yang berguna (Gespersz, 1992).
Optimasi linier
berkaitan dengan penentuan nilai-nilai ekstrim dari sebuah fungsi linier, yang
mempunyai ruang definisi ditentukan oleh satu sistem persamaan linier.
Persoalan optimasi ini dibagi dalam dua bagian utama yaitu persoalan maksimasi
dan persoalan minimasi (Mulyono (1991). Pada umumnya apabila permasalahan
perusahaan adalah kombinasi keluaran maka programasi pangkat tunggal akan
diarahkan kemaksimasi keuntungan, sedangkan apabila persoalan menyangkut
kombinasi masukan maka biasanya akan diarahkan pada minimasi biaya (Mulyono
(1991).
2.8. Pelarut
Pelarut adalah
benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang
menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah pelarut
organik (mengandung karbon). Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan
lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah
tertentu pelarut dapat bekerja dengan optimal (Susanto, 1999).
Jumlah pelarut
berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan
mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal
(susanto, 1999). Jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya mawar yang
diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan
dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi
lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum (McCabe, et
al 1999).
2.9. Pemilihan Pelarut
Ada beberapa syarat
ideal untuk menjadikan suatu pelarut organik menjadi pelarut pada pengambilan
minyak atsiri dari bunga mawar atau bunga apapun yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas minyak bunga yang di ekstrak, berikut sehingga banyak
faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut (Guenther, 2006).
·
Harus dapat melarutkan zat wangi bunga secara cepat dan
sempurna dan sedikit mungkin melarutkan
bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin
·
Harus
mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa
menggunakan suhu tinggi
·
Pelarut
tidak boleh larut dalam air
·
Pelarut
harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak bunga
·
Pelarut
harus mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak akan
tertinggal dalam minyak
·
Harga
pelarut harus serendah mungkin dan tidak terbakar (Guenther 1990).
2.10. Jenis Bahan Pelarut
2.10.1. Alkohol
Etanol atau etil
alkohol dengan rumus kimia C2H5OH Titik didihnya pada
tekanan 760 mmHg adalah 78,40C, titik lelehnya 114.3oC,
bobot molekul 46.67 g/mol, dan densitasnya 0.789 g/cm3 pada suhu 20oC
dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991). Etanol atau
alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena
sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam
dunia farmasi dan industri
makanan dan minuman. (Anonymous, 2005). Etanol (70%)
sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan
penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight,
1994).
Tabel 1. Karakteristik etanol
Sifat fisik kimia
|
|
Rumus molekul
|
C2H5OH
|
Berat Molekul
|
46,07 kg/mol
|
Spesifik gravity
|
0,789
|
Melting point
|
- 1120C
|
Boiling point
|
78,40C
|
Soluble in water
|
insoluble
|
Density
|
0,7991 gr/cc
|
Temperatur kritis
|
243,10C
|
Tekanan kritis
|
63,1 atm
|
Sumber : (HSDB, 1999).
2.10.2. Heksana
Heksana adalah senyawa
hidrokarbon golongan alkana dengan rumus C6H14 dengan
bobot molekul 86.18 g/mol. Heksana memiliki densitas 0.6548 g/ml, titik leleh
−95°C (178 K), merupakan fraksi petroleum eter dengan kisaran titik didih 65-70oC
dan viskositas sebesar 0.294 cP pada suhu 25°C (Anonim, 2007). Heksana
merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, dan larut
dalam alkohol, aseton, eter, tetapi tidak larut dalam air. Keuntungan pelarut
ini yaitu bersifat selektif dalam melarutkan zat, menghasilkan jumlah kecil
lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat mengekstrak zat pewangi dalam jumlah
besar. Heksana dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak mawar yang dapat
digunakan sebagai minyak atsiri (Jos, B., 2004).
Heksana biasa
digunakan sebagai solven untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian dan sayuran
seperti kacang kedelai, jagung, dan kacang tanah, pelarut untuk perekat, tinta,
dan sebagai cleaning agent. Selain itu, heksana juga digunakan sebagai
cairan dalam termometer suhu rendah. Sampai sejauh ini tidak ada informasi
mengenai efek karsinogenik pada manusia atau hewan (Anonim, 2007). Penggunaan
pelarut heksana sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari minyak sawit kasar
didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat nonpolar dan
hanya larut dalam pelarut nonpolar (Mappiratu, 1990).
Table 2. karakteristik Heksana
Sifat fisik kimia
|
|
Deskripsi
|
cairan tak berwarna
|
Rumus
|
C6H14
|
kadar
|
97,7 %
|
Berat Jenis
|
0,660 g/ml (200C)
|
Berat molekul
|
86,10
|
Titik didih
|
68,950C
|
Titik lebur
|
- 95,30C
|
Kekentalan
|
0,294 CP (250C)
|
Kelarutan
|
tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik,
sangat larut dalam alkohol
|
Sumber : (HSDB, 1999).
2.10.3.
Aseton
Nama lain dari aseton adalah β-ketopropane, dimethyl
ketone (CH3COCH3). Aseton memiliki berat
molekul 58.09 g/mol, densitas 0.79 g/cm³, titik
leleh −94.9°C (178.2 K), titik didih 56.3°C (329.4 K), viskositas 0.32
cP pada 20°C. Aseton memiliki karakteristik mudah
menguap,
higroskopik, dan mudah terbakar. Aseton juga larut dalam air, alkohol, kloroform, eter, dan minyak Aseton biasa digunakan sebagai solven
untuk lemak, lilin, resin, nitroselulosa, selulosa asetat, dan asetil. Selain
itu, aseton juga berperan sebagai agen untuk ekstraksi kandungan dari tanaman
atau hewan. Apabila terjadi iritasi atau terhirup, aseton bisa menyebabkan efek
hepatotoksik (kerusakan hati). Kontaminasi pada air (misal susu), atau udara
(aseton bersifat volatil) dapat
memicu chronic exposure. Aseton bukan
komponen yang sangat toksik tapi dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada
kulit. Terkait dengan sifat melarutkan karotenoid, aseton berperan sebagai
pelarut pada karotenoid dalam keadaan terikat dengan senyawa lain yang bersifat
polar (Mappiratu, 1990).
2.11. Analisa Kelayakan Usaha
Soekartawi, (1986),
menyatakan bahwa setiap kegiatan proses produksi modal dapat di bedakan dalam 2
macam, yakni modal tetap dan modal tidak tetap (Variabel). Modal tetap adalah
modal yang dikeluarkan dalam proses produksi dan tidak habis dalam satu kali
proses produksi dan berlangsung untuk jangka panjang, seperti tanah, bangunan,
dan mesin sedangkan modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi dan habis dalam proses produksi.
Biaya produksi
adalah semua biaya pengeluaran yang di keluarkan untuk di peroleh bahan dan
alat produksi serta bahan penunjang lain yang akan digunakan agar produk-produk
tertentu yang telah direncanakan dapat di bagi menjadi 2 yaitu : biaya tetap
dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan
untuk beberapa kali proses produksi, sedangkan biaya tiak tetap adalah biaya
yang dikeluarkan dalam satu kali proses prnduksi dengan jumlah pengeluaran
selalu berubahubah seperti: Rekening listrik, bahan bakar minyak, dan lain-lain
(Kartasapoctra, 1998).
Harga adalah suatu
komoditi yang dinyatakan dalam rupiah sebagai alat ukur. Penjualan dalam
menetapkan harga biasanya didasarkan pada kombinasi antara produk, itu dalam
keuntungan yang mendatangkan kepuasan bagi pembelinya, tetapi dalam kondisi
yang lain harganya dapat diartikan sebagai jumlah yang dibayarkan oleh
sipembeli (Mulyono, dan Einstein , 1986).
Analisis usaha
menitip beratkan pada aspek keuangan berupa lalulintas uang (cash flow)
yang terjadi selama usaha di jalankan indikator yang di pilih untuk menilai
kelayakan suatu usaha di sesuaikan dengan kebutuhan menurut jenis usaha maupun
skala usaha (Suryani dkk, 2002).
1. Biaya
Perhitungan jumlah
biaya yang di keluarkan dapat bermanfaat dalam perhitungan harga pokok penjualan
dan analisa kelayakan finansial. Biaya yang di keluarkan terdiri dari biaya
tetap dan biaya tidak tetap.
- Biaya tetap.
Biaya tetap merupakan biaya investasi untuk mengadakan peralatan ruang
pengolahan dan modal kerja untuk 1 bulan.
- Biaya tidak tetap (Variabel)
Biaya tidak tetap
merupakan biaya yang di keluarkan untuk produksi.
2. Harga Pokok Penjualan (HPP).
Harga pokok
penjualan adalah harga minimum yang diterapkan oleh produsen agar tidak
mengalami kerugian semantara yang di maksudkan harga penjualan adalah harga
yang dapat memberikan keuntungan bagi produsen. Hal tersebut diakibatkan karena
adanya selisih harga penjualan dan HPP. Penentuan besarnya HPP dapat di
pertimbangkan dengan harga produk sejenis yang ada di pasar.
Untuk mendapatkan HPP dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
Harga pokok penjualan =
Total biaya adalah
total biaya produksi pertahun (Suryani, dkk, 2002)
3. Break Even Point (BEP)
Break Event Point
adalah suatu keadaan dimana suatu tingkat penjualan tertentu, perusahaan tidak
memperoleh keuntungan ataupun menderita kerugian (Syamsudin, 1985).
Titik pulang pokok
(BEP) ini digunakan untuk merencanakan keuntungan dan perusahaan memperoleh
keuntungan apabila penjualan diatas BEP/titik pulang pokok (Pratomo, 1985).
Perhiutngan titik
pulang pokok suatu perusahaan didasarkan pada pedoman sebagai berikut:
Dimana :
BEP = Titik pulang
pokok (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya tidak tetap/satuan produk (Rp)
S = Harga jual/satuan pokok (Rp)
4. R/C (Revenue Cost Ratio)
R/C (Revenue
Cost Ratio) adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya
dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 1986). Secara matematik R/C tersebut
dijabarkan dengan rumus persamaan sebagai berikut:
R/C =
Keterangan:
Py = Harga output
Y = Output
FC = Biaya tetap (Fixes cost)
VC = Biaya Variabel
(Variable cost)
Manajemen suatu usaha yang proses pengambilan
keputusannya menggunakan persamaan R/C tersebut, maka kriterianya adalah
sebagai berikut:
a. Apabila R/C >
1 berarti usaha tersebut layak atau menguntungkan.
b. Apabila R/C <
1 berarti usaha tersebut tidak layak.
c. Apabila R/C = 1 berarti usaha tersebut tidak untung dan
tidak rugi (impas).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Dan Sistem Produksi
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Penelitian ini direncana selesai
dalam waktu selama 2 bulan dimulai pada Desember 2012 hingga Januari 2013.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
plastik, nampan, buret, corong pisah, lemari pendingin, timbangan, pisau,
nampan, ekstraktor, beaker glass, alat penyimpang kedap udara dan cahaya,
seperangkat alat destilasi.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang
digunakan pada penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan pelarut yang
digunakan dalam penelitian ini adalah baku terdiri dari bunga mawar, mentega
putih, kertas saring dan bahan pelarut terdiri dari alkohol, heksana dan
aseton.
3.3. Rancangan Percobaan
Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Klompok dengan 2 faktor
dengan 3 ulangan.
Faktor I. Jenis pengkstrak lemak dingin, lemak panas dan
pelarut terdiri dari 3
level :
LD : 400 gr dengan suhu – 5oC
LP : 400 gr dengan suhu 80oC
P : (75 mL)
Faktor II : konsentrasi larutan ekstraksi yang terdiri
dari 3 level :
K1 : 5 %
K2 : 10 %
K3
: 15
%
Analisa data dilakukan menggunakan analisa varian (anava) dan uji lanjutan
DMRT 5 % secara rinci perlakuan jenis dan konsentrasi larutan ekstraksi dapat
dilihat pada Tabel 3.
|
Konsentrasi (K)
|
||||
K1 (5%)
|
K2 (10%)
|
K3 (15%)
|
|||
LD1
LD2
LD3
|
LD1K1
LD2K1
LD3K1
|
LD1K2
LD2K2
LD3K2
|
LD1K3
LD2K3
LD3K3
|
||
LP1
LP2
LP3
|
LP1K1
LP2K1
LP3K1
|
LP1K2
LP2K2
LP3K2
|
LP1K3
LP2K3
LP3K3
|
||
P1
P2
P3
|
P1K1
P2K1
P3K1
|
P1K1
P2K2
P3K2
|
P1K3
P2K3
P3K3
|
Ket :
K = konsentrasi
LD = Lemak Dingin
LP = Lemak panas
P = Pelaru
3.4. Pelaksanaan
Penelitian
Pelaksanaan
penelitian meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut:
- Ekstraksi dengan menggunakan lemak dingin
Cara kerja:
- Letakan mentega putih dipermukaan nampan setebel 0,5 cm kemudian dilapisi dengan kaca plastik.
- Bunga mawar sebanyak 400 gr telah disortasi ditaburkan diatas permukaan mentega putih.
- Simpan selama 7 hari pada suhu ruang dengan pergantian bunga setiap 24 jam dengan bunga mawar yang masih segar.
- Mentega putih ditimbang dan masukan kedalam beaker glass.
- Tambahkan alkohol 96%.
- Aduk 3-4 kali selama 20 menit dan larutkan concentrate di dalam alkohol 95% yang dapat mengikat minyak atsiri
7.
Dinginkan concentrate pada suhu -5°C di dalam
lemari pendingin hingga lilin mengendap.
- Kemudian dipisahkan antara lemak dan alkohol yang mengandung minyak mawar yang akan merupakan ekstraksi
- Lakukan destilasi di dalam evaporator vakum pada suhu 45° C dan pelarut akan menguap dan menyisakan larutan semipadat berwarna merah kecokelatan yang disebut concentrate. Larutan ini terdiri dari minyak atsiri, lilin, dan resin
- Lakukan destilasi ulang dalam kondisi vakum pada suhu 45° C untuk memisahkan minyak dengan alkohol yang mengikatnya hingga dihasilkan minyak atsiri murni.
a. Enfleurasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1. Ekstraksi Minyak Dengan Menggunakan Lemak Dingin
|
<.div>
Gambar 2. Ekstraksi Minyak
Dengan Menggunakan Lemak Panas
c. Penjernihan minyak mawar meliputi tahapan sebagai
berikut:
|
Gambar 3. Ekstraksi Minyak Atsiri Mawar Murni (Hernani dan Tri Marwati. 2006.).
3.5 Analisa Data
Metode yang digunakan untuk manganalisa parameter pengamatan adalah:
1.
Pengamatan
dan pengukuran data didasarkan pada hasil analisa yang meliputi Rendemen (%)
Destilat
yang dihasilkan ditampung dengan erlenmeyer 500 ml, kemudian dipindahkan keburet untuk
memisahkan minyak dengan air. Minyak yang diperoleh ditimbang beratnya dengan
neraca analitik.
Perhitungan
berat minyak
Rendemen (%) = ----------------------------------------- X 100 %
berat daun sebelum disuling
2.
Asam
lemak bebas (AOCS, 1989).
3.
Tingkat
oksidasi berdasarkan bilangan peroksida dengan metode Hill dan Theil yang
dimodifikasikan oleh Chapman dan Mackay (cit Adnan,1980)
4.
Analisa
warna menggunakan metode King et al. (1992)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M.M., 2006, Anti
Inflammatory Activities of Nigella sativa Linn (Kalongi, black seed), http://lailanurhayati.multiply.com/journal,
diakses 13 April 2009.
Anonim, 2000. Laporan
Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Malang tahun 2000.
Anonim, 2007. Hexane.
http://en.wikipedia.org/wiki/Hexane. [14 Juli 2007]
Anonymous. 2006. Rose Oil ,
(Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Rose_oil , diakses 30 Januari 2007).
Ashari, S. 1995. Hortikultura, Aspek
Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 490 hal.
Babu. 2002. Komposisi minyak esensial
dari mawar Damask (Rosa damascena Mill.) disuling di bawah tekanan dan suhu
yang berbeda.
Bappenas. ( 2000). Mawar. http://www.ristek.go.id.
Diakses tanggal 25 Maret 2009.
Bernasconi, G. Gerster, H. Hauser , H. Stauble, H. Schneifer, E.
1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. penerjemah
: Handojo L. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 177-185.
BugBand. 2007. What Is Geraniol?, (Online),
(www.bugband.net/what-is-geraniol.htm, diakses 3 Maret 2007).
Cristina. 2008. Formulasi Gel Antioksidan
Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus Vulgaris l.) Dengan Menggunakan Basis
Aqupec 505 hv. Pustaka Unpad.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 1,5,10-11.
Diamond, D. 1990. The Complete Book
of Flowers. Charles E. Tuttle Co. Inc. Japan. 293 hal.
Ditjen POM. (1999). Inventaris
Tanaman Obat Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dole, J. M. and H. F. Wilkins. 2005. Floriculture
Principles and Species. Prentice Hall, Upper Saddle River. New Jersey. 161
p.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1991. Kimia
Organik Jilid 1. Penerjemah : Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta.
Guenther, E. (1990). The Essential Oils. Penerjemah:
Ketaren, R.S. Minyak Atsiri. Jilid III. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Hal. 475.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid III. Jakarta : Universitas
Indonesia. Hal 242.
Guenther, E.2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI.
Harborne, Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung
: ITB Press.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Edisi
ke-2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan
dari: Phytochemical Method.
Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan
Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian. Bogor. Balai Besar
Litbang Pascapanen Pertanian.
HSDB, 1999, Bank Data Hazardous
Substances National Library of Medicine , Bethesda, Maryland.
www.database (http://sis.nlm.nib.gov/sis.l).
http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri . [25 April 2008]
http://id.wikipedia.org/ wiki/ Mawar.
Jos, B., Ekstraksi Minyak Nilam Dengan Pelarut
n – Heksana. Semarang. 2004.
Loghmani-Khouzani. 2007. Minyak
Komposisi penting dari Mill Damascena Rosa Dibudidayakan di Tengah Iran.
Manurung, T.B., 2003, Usaha Pengolahan dan Perdagangan Minyak Atsiri
Indonesia dan Permasalahannya dalam Menghadapi Era Perdagangan Global,
Jakarta.
Mappiratu. 1990. Produksi β-Karoten pada Limbah
Cair Tapioka dengan Kapang Oncom Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB,
Bogor.
Mattjik, N. A. 2009. Mawar, hal
103-117. Dalam Agus Purwito (Ed.). Budidaya Bunga Potong dan Tanaman Hias. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McCabe, W.L. Smith, J.C. Hariot, Peter. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid
2. Penerjemah : Jasjfi, E. Erlangga. Jakarta.
Panji L, Yuliani S, 2005. Teknologi Ekstraksi
Minyak Nilam . BB Pasca panen.
PurchonNN.2002.Nerys Purchon’s
Handbooks on Soap Natch Essential Oil Extraction Methods.
http://www.soapnaturally.org/NerysPurchon/
essoilextraction. html.2003.
Purbiati,T., ASupandi, E. Rehmninglyas, dan Sanvono. 2002. Pengkajian Sistem Usahatani (SUT) Bunga
Potong mawar Spesifk Lokasi Lahan Kering.
Lapomn Hail Penelifion ofau Pengkojian BPTPKorong Ploso, Malong. 10 Hlm.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan
Tingkat Tinggi. Ed ke-6. Padmawinata K, penerjemah; Bandung: Penerbit
ITB. Terjemahan dari: Organic Constituent of Higher Plants.
Rukmana, Rahmat. 1995. Mawar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Rusli, S. dan Hobir, 1990. Hasil
penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia. Simposium I
Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbangtri – Bogor.
Soekardjo. 1995.“Dasar-dasar
Teknologi Minyak Atsiri”. PT Petrokimia Gresik (Persero). Gresik.
Soeparman S, Jatmiko P, 2009. Kinerja
Ekstraksi Biji Jarak Pagar Dengan Proses Pelarutan (Solvent Extraction) Universitas
Brawijaya Malang.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Crude Palm Stearin. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta. (SNI 01-0019-1995).
Susanto, W. H. 1999. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan . Teknologi
Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Voight, R 1994. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soewardi, N.S., Widiyanti, B., dan
Mathilda. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hall 570-573, 579-580.
Widyawan, R. and S. Prahastuti. 1994. Bunga
Potong. Tinjauan Literatur Pustaka Dokumentasi dan Informasi Ilmiah.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 33 hal.
wordpress.com/2010/02/17/ekstraksi-pelarut/Rizky Kurnia-ITP UB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar